Kalimat yang sering dipertanyakan oleh para pemilik perusahan start-up adalah “Berapa pajak untuk perusahaan start-up?”. Kalimat pertanyaan ini terdengar cukup sederhana dan hanya sekedar memerlukan jawaban angka tarif saja. Namun tidak begitu jika kita sedang membicarakan pajak. Untuk menentukan bagaimana pengenaan pajak untuk suatu keadaan atau transaksi dibutuhkan keterangan-keterangan pendukung yang jelas dan spesifik. Hal ini karena variasi pengenaan pajak pada suatu transaksi tidaklah hanya satu atau dua macam saja, namun banyak jenisnya. Kita harus menggali lebih dalam lagi, misalnya kita harus mengetahui pihak-pihak mana yang sedang bertransaksi, bagaimana cara melakukan transaksinya, kapan waktunya dilakukan, berapa jumlahnya, bagaimana profil pihak-pihak yang bertransaksi, apa yang ditransaksikan, dan masih banyak hal lain yang harus dipastikan dulu bagaimana detilnya untuk kemudian disimpulkan bagaimana pengenaan pajaknya.
Aspek PPh yang akan melekat pada perusahaan atau badan usaha dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: PPh atas penghasilan yang diperoleh perusahaan itu sendiri dan PPh atas penghasilan pihak lain yang dibayarkan oleh perusahaan. Pada aspek PPh yang pertama, karena kita memperoleh penghasilan maka nantinya kita akan menghitung dan membayarkan PPh secara tersendiri. Pada aspek PPh yang kedua, saat perusahaan membayar atau memberikan uang kepada pihak lain maka perusahaan juga diwajibkan untuk memotong PPh atas pembayaran tersebut. Jadi dari sisi perusahaan pembayaran yang dikeluarkan adalah biaya, namun bagi pihak yang menerima pembayaran adalah penghasilan. Atas kondisi tersebut perusahaan berkewajiban melakukan pemotongan PPh. Jadi sederhananya, dalam jumlah pembayaran tersebut terkandung jumlah PPh, sehingga jumlah yang akan diterima tidak akan utuh sesuai kontrak atau dengan kata lain dalam jumlah bersih setelah dipotong pajak oleh perusahaan yang membayar. Jika perusahaan keliru atau tidak melakukan pemotongan, maka perusahaan akan mendapatkan tagihan beserta sanksi perpajakannya.
Pengelompokan kewajiban pelaporan pajak (SPT) terkait perusahaan start-up dapat dilihat sebagai berikut:
1. Laporan Bulanan
a. PPh Pasal 21/26
Objek : pembayaran imbalan atas pekerjaan/jasa kepada individual
Hitungan : ada berbagai variasi sesuai jenis hubungan kerja antara individu dan perusahaan
Pembayaran : dibayarkan sesuai hasil hitungan, periode bulanan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan : SPT dilaporkan ketika ada pembayaran paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
b. PPh Pasal 23/26
Objek : pembayaran dividen-bunga-jasa-hadiah kepada badan dan royalty-sewa kepada badan dan individu
Hitungan : 2% untuk sewa-jasa dan 15% untuk dividen-bunga-hadiah-royalty
Pembayaran : dibayarkan sesuai hasil hitungan, periode bulanan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan : SPT dilaporkan ketika ada pembayaran paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
c. PPh Pasal 4(2)
Objek : terdapat lebih dari 10 jenis transaksi yang diatur masuk dalam objek ini, misalnya hadiah undian, bunga deposito, jasa konstruksi, sewa tanah/bangunan, pengalihan tanah/bangunan, dan lain-lain
Hitungan : tarif sangat bervariasi dan berbeda sesuai dengan transaksi yang dilakukan
Pembayaran : dibayarkan sesuai hasil hitungan, periode bulanan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
Pelaporan : SPT dilaporkan ketika ada pembayaran paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
d. PPh Pasal 4(2) atas PP 46/2013
Objek : penghasilan bruto yang diterima dari kegiatan usaha individual ataupun perusahaan (khusus perusahaan pada tahun kedua operasional) dengan jumlah masih dibawah Rp.4,8miliar/tahun
Hitungan : 1% atas penghasilan bruto
Pembayaran : dibayarkan sesuai hasil hitungan, periode bulanan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Pelaporan : dianggap sudah melakukan pelaporan saat melakukan pembayaran
e. PPh Pasal 25
Objek : jumlah PPh yang dibayar sendiri dari SPT Tahunan tahun sebelumnya yang dibagi 12 bulan
Hitungan : jumlah hitungan tetap sama untuk 12 bulan sesuai hitungan awal
Pembayaran : dibayarkan sesuai hasil hitungan, periode bulanan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya
Pelaporan : dianggap sudah melakukan pelaporan saat melakukan pembayaran
f. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Objek : pemungutan PPN hanya oleh penjual dengan status PKP atas penyerahan BPK dan/atau JKP
Hitungan : 10% dari nilai transaksi, namun akan memperhitungkan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan
Pembayaran : dibayarkan sesuai hasil hitungan, periode bulanan paling lambat akhir bulan berikutnya
Pelaporan : SPT tetap dilaporkan pada periode tiap bulan paling lambat akhir bulan berikutnya
Dokumen : penjual menerbitkan faktur pajak untuk tiap pungutan PPN yang dilakukan menggunakan aplikasi efaktur
2. Laporan Tahunan
Laporan Tahunan menggunakan formulir SPT PPh 1771 yang berisikan informasi terkait dengan penghasilan, biaya, perhitungan pajak, pengurus perusahaan, pemilik modal, dan dengan melampirkan secara tersendiri neraca keuangan dan laporan laba-rugi yang mencerminkan data selama satu periode tahun pajak. Laporan ini disampaikan paling lambat 30 April atau pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya periode tahun pajak (Januari – Desember).
Ada beberapa variasi perhitungan PPh atas penghasilan yang dilaporkan pada SPT Tahunan, yaitu:
- Untuk beberapa bidang usaha yang spesifik seperti Jasa Konstruksi, Persewaan Tanah dan/atau Bangunan, Pengalihan Tanah dan/atau Bangunan, dan Penyalur Agen Produk BBM, akan menggunakan dasar perhitungan dari jumlah kotor/bruto langsung dikalikan dengan tarif pajak. Tiap jenis usaha akan menggunakan tarif yang berbeda-beda. Pembayaran pajak atas perhitungan ini dilakukan pada tiap bulan selama periode satu tahun pajak, bukan dilakukan satu kali pada akhir tahun.
- Untuk perusahaan yang memperoleh penghasilan kurang dari Rp.4,8 miliar/tahun pada tahun operasional kedua dan seterusnya, akan menggunakan dasar perhitungan dari jumlah kotor/bruto langsung dikalikan dengan tarif pajak 1%. Dasar jumlah Rp.4,8 miliar/tahun dilihat dari jumlah bruto atau omset pada tahun sebelumnya, sehingga pada tahun berikutnya barulah pengenaan tarif 1% dimulai. Dimungkinkan terjadi perubahan nilai omset pada tiap tahunnya sehingga perlakuan pajak dengan tarif ini bukanlah hal yang seterusnya akan terjadi.
- Untuk perusahaan yang memperoleh penghasilan lebih dari Rp.4,8 miliar/tahun atau untuk perusahaan yang baru masuk tahun pertama operasional (berapapun jumlah penghasilan yang diperoleh) akan menggunakan dasar perhitungan dari jumlah keuntungan bersih dikalikan dengan tarif pajak. Dalam hal ini jika perusahaan tidak atau belum mendapatkan keuntungan maka tidak akan dikenakan PPh. Namun, jika memperoleh keuntungan maka tarif yang akan dikenakan cukup tinggi, yaitu antara 12,5% sampai dengan 25%.
Dari banyaknya variasi laporan pajak yang harus diselesaikan oleh perusahaan start-up maka pemahaman akan berbagai aturan pajak sangat diperlukan. Selain itu juga pelaporan SPT memiliki batas waktu yang akan mengundang resiko tagihan pajak jika terlambat disampaikan. Dengan pemahaman atau perencanaan pajak yang baik maka kita dapat terhindar dari resiko denda atau tagihan pajak dalam jumlah besar, hal ini sekaligus akan memantapkan laju bisnis kita dengan lebih mantap.
Jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan isi kolom komentar dibawah. Pertanyaan Anda akan dijawab Konsultan Pajak kami