Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47 Tahun 2024, lembaga
keuangan pelapor diwajibkan untuk secara otomatis menyampaikan laporan yang berisi
informasi keuangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kewajiban ini bertujuan untuk
mendukung pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Dalam laporan tersebut, lembaga keuangan diwajibkan mencakup berbagai informasi
keuangan yang dikelola dalam satu tahun kalender, meliputi:
- Identitas Pemegang Rekening: Informasi detail mengenai identitas setiap pemegang
rekening, termasuk nama lengkap, alamat tempat tinggal, nomor identifikasi, seperti
Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor paspor untuk warga negara asing,
serta informasi kontak lainnya seperti nomor telepon dan alamat email. - Nomor Rekening: Semua nomor rekening yang dimiliki oleh pemegang rekening yang
bersangkutan. Misalnya, jika seorang nasabah memiliki beberapa rekening di bank
yang sama atau di bank yang berbeda, semua nomor rekening tersebut harus
dilaporkan. Sebagai contoh, jika nasabah A memiliki rekening tabungan dengan
nomor 123456789 dan rekening giro dengan nomor 987654321 di Bank XYZ, maka
kedua nomor rekening tersebut harus disertakan dalam laporan. - Identitas Lembaga Keuangan: Informasi mengenai lembaga keuangan yang
mengelola rekening tersebut. Ini mencakup nama resmi lembaga keuangan, seperti
nama bank atau lembaga asuransi, alamat kantor pusat lembaga keuangan, serta
informasi kontak resmi. Misalnya, jika rekening tersebut dikelola oleh Bank ABC,
maka laporan harus mencantumkan nama Bank ABC, alamat kantor pusatnya, dan
informasi kontak yang relevan. - Saldo Akhir Tahun: Jumlah saldo yang tersisa di rekening pada akhir tahun kalender.
Saldo ini mencakup semua dana yang ada di rekening pada tanggal 31 Desember
tahun tersebut. Sebagai contoh, jika pada akhir tahun saldo rekening tabungan
nasabah adalah Rp 1,5 miliar, maka jumlah ini harus dilaporkan sebagai saldo akhir
tahun. Informasi ini penting untuk mengetahui posisi keuangan pemegang rekening
pada akhir periode pelaporan. - Penghasilan Terkait Rekening: Semua bentuk penghasilan yang terkait dengan
rekening tersebut, termasuk bunga yang diperoleh dari tabungan atau deposito,
dividen dari investasi, serta pendapatan lainnya yang dikreditkan ke rekening.
Sebagai contoh, jika nasabah mendapatkan bunga tahunan sebesar Rp 10 juta dari
tabungan mereka, maka jumlah ini harus dicatat sebagai penghasilan terkait rekening
dalam laporan.
Tidak semua rekening wajib dilaporkan oleh lembaga keuangan kepada DJP. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 19 ayat (4) PMK 47/2024, berikut adalah jenis-jenis rekening yang wajib
dilaporkan:
- Sektor Perbankan: Simpanan milik orang pribadi dengan agregat saldo paling sedikit
Rp 1 miliar, serta semua simpanan milik entitas tanpa batasan saldo minimal. Sebagai
contoh, Pak Rudi memiliki dua rekening tabungan dengan saldo masing-masing Rp
600 juta, maka total agregat saldo adalah Rp 1,2 miliar, sehingga wajib dilaporkan.
Sedangkan untuk entitas seperti perusahaan, semua rekening harus dilaporkan tanpa
memandang jumlah saldo. - Sektor Perasuransian: Polis dengan nilai pertanggungan paling sedikit Rp 1 miliar.
Misalnya, jika seseorang memiliki polis asuransi jiwa dengan nilai pertanggungan Rp
1,5 miliar, maka polis tersebut harus dilaporkan. - Sektor Perkoperasian: Simpanan dengan agregat saldo paling sedikit Rp 1 miliar.
Sebagai contoh, jika anggota koperasi memiliki beberapa simpanan yang totalnya
mencapai Rp 1 miliar atau lebih, maka simpanan tersebut wajib dilaporkan. - Sektor Pasar Modal dan Perdagangan Berjangka Komoditi: Semua efek dan deposit
margin tanpa batasan saldo minimal. Misalnya, jika seorang investor memiliki
portofolio saham dan deposit margin dengan nilai berapapun, semuanya harus
dilaporkan.
Lembaga jasa keuangan dilarang untuk memfasilitasi pembukaan rekening baru atau
transaksi baru bagi nasabah yang menolak untuk mematuhi ketentuan identifikasi rekening
keuangan. Transaksi yang tidak boleh dilayani tersebut termasuk setoran, penarikan,
transfer, serta pembukaan kontrak baru di sektor perbankan, pasar modal, dan lembaga jasa
keuangan lainnya.
Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berupaya untuk meningkatkan transparansi dan
kepatuhan pajak di Indonesia. Para wajib pajak diharapkan untuk lebih berhati-hati dan jujur
dalam melaporkan kekayaan serta penghasilan mereka. DJP akan menggunakan informasi
yang diperoleh dari laporan ini untuk mengidentifikasi potensi penghindaran pajak dan
memastikan bahwa semua wajib pajak membayar pajak sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap
sistem perpajakan. Dengan adanya laporan otomatis dari lembaga keuangan, diharapkan
tidak ada lagi ruang bagi wajib pajak untuk menyembunyikan aset atau penghasilan mereka.
DJP akan terus memantau kepatuhan lembaga keuangan dalam melaporkan informasi
keuangan dan mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.
Dengan demikian, memiliki rekening dengan saldo minimal Rp 1 miliar memang akan
membuat rekening tersebut diawasi lebih ketat oleh DJP. Namun, pengawasan ini bukanlah
sesuatu yang perlu ditakuti jika semua transaksi dan kekayaan dilaporkan dengan jujur dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebaliknya, hal ini justru akan membantu
menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan transparan bagi semua pihak.