Dari empat jenis kewajiban pajak, yaitu daftar-hitung-setor-lapor, maka kewajiban yang keempat yakni “lapor” merupakan kewajiban yang paling menentukan langkah-langkah selanjutnya. Seperti kita ketahui bahwa fungsi Otoritas Pajak adalah melakukan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban pajak yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak, yaitu empat jenis kewajiban pajak yang telah disebutkan di awal. Dalam melakukan pengawasan, hal pertama yang akan diteliti adalah bagaimana kewajiban pelaporannya dipenuhi. Jika pelaporan ini keliru atau jauh dari kewajaran maka dapat berakibat pada bagaimana pengawasan nantinya akan dilakukan.
Pelaporan merupakan aktifitas menyampaikan rincian objek pajak, dasar penghitungan pajak, dan pajak yang terutang dalam format formulir SPT (Surat Pemberitahuan). Mengisi SPT juga dapat dikatakan sebagai proses mempertanggungjawabkan cara menghitung besarnya pajak terutang. Rincian objek pajak dan cara menghitung yang dituliskan di SPT mungkin saja belum benar, sehingga hasil hitungan pajaknya pun mungkin saja masih keliru. Dalam kondisi yang lain, cara mengisikan angka-angka pada SPT juga beresiko menimbulkan kekeliruan. Kekeliruan tetaplah kekeliruan, apapun keadaan yang mendasari kekeliruan tersebut. Dampak selanjutnya yang mungkin timbul dari kekeliruan adalah adanya proses “pemeriksaan” karena isi SPT belum memenuhi syarat benar, lengkap, dan jelas.
Semua Wajib Pajak mungkin saja akan diperiksa. Walaupun demikian, ada prioritas dalam proses pemeriksaan yang bergantung dari kondisi SPT Wajib Pajak. Kita mengenal status SPT mulai dari Nihil, Kurang Bayar, ataupun Lebih Bayar. Prioritas paling awal untuk diperiksa adalah SPT dengan status Lebih Bayar. Lebih Bayar dengan permohonan pengembalian pajak atau restitusi pada dasarnya adalah permintaan dari Wajib Pajak kepada Otoritas Pajak untuk mengembalikan sejumlah pembayaran pajak yang telah dibayar dimuka, yang pada akhir periode ternyata jumlah tersebut lebih besar dari yang seharusnya terutang. Untuk menyetujui adanya pengembalian tersebut maka Otoritas Pajak akan melakukan pemeriksaan untuk menguji kebenaran perhitungan kelebihan yang dimaksud. Jika memang benar terdapat kelebihan maka pajak yang telah dibayar akan dikembalikan kepada Wajib Pajak. Proses pemeriksaan akan membutuhkan persiapan dokumen yang tidak sedikit dan juga waktu yang tidak sebentar.
Tujuan utama dari pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak. Maka dari itu selain terdapat kondisi yang diprirotaskan untuk diperiksa seperti penjelasan sebelumnya, semua Wajib Pajak juga tetap memiliki peluang untuk diperiksa. Poin awal yang akan dilihat adalah bagaimana isian-isian angka yang ditulis pada SPT kemudian dicocokan dengan data-data transaksi yang dimiliki Otoritas Pajak. Kewajiban dalam melakukan pengisian SPT adalah memenuhi syarat benar, lengkap, dan jelas. Saat SPT diisi dan disampaikan maka Wajib Pajak dianggap telah memahami dan dapat menerapkan peraturan pajak dengan benar. Jika atas penyampaian SPT yang pertama Wajib Pajak masih merasa ada kekeliruan maka dia masih punya kesempatan untuk melakukan revisi atau disebut dengan menyampaikan SPT status Pembetulan.
Selanjutnya, Otoritas Pajak akan memainkan perannya untuk mengawasi dan melihat data pada SPT. Bentuk pengawasan tersebut dapat beraneka ragam, mulai dari penggilan klarifikasi data, konseling, teguran, verifikasi, sampai pada akhirnya jika diperlukan akan melakukan proses pemeriksaan. Semua proses pengawasan dilakukan dengan melihat level atau kondisi SPT dan bagaimana Wajib Pajak memberikan respon atau berkomunikasi dengan Otoritas Pajak. Komunikasi tersebut pada dasarnya adalah memberikan penjelasan atas isian-isian pada SPT yang telah disampaikan. Otoritas Pajak menginginkan kita melaksanakan semua detil kewajiban pajak dengan benar sesuai dengan aturan dan keadaan yang sebenarnya. Dalam kondisi tertentu dapat dimungkinkan juga bahwa pendapat kita dan petugas pajak berbeda dalam melihat perlakuan pajak atas suatu transaksi. Jika dalam komunikasi tidak ditemukan kata sepakat maka baik kita ataupun Otoritas Pajak dapat memilih untuk melanjutkan pada proses pemeriksaan. Proses pemeriksaan akan menguji dengan lebih dalam semua aspek pajak yang terkait dengan transaksi Wajib Pajak pada suatu periode.
Hasil atau produk dari pemeriksaan adalah suatu ketetapan pajak yang memiliki kekuatan hukum. Ketetapan dapat berupa ketetapan pajak kurang bayar, lebih bayar, ataupun nihil. Atas produk hasil pemeriksaan ini, Wajib Pajak juga masih memiliki kesempatan untuk melakukan upaya hukum lanjutan seperti melakukan keberatan, banding, ataupun peninjauan kembali. Walaupun demikian, kita juga perlu memperhitungkan persiapan dan kerepotannya jika benar-benar akan melalui semua proses upaya hukum tersebut. Satu hal lagi yang harus diingat juga adalah tentang panjangnya waktu yang akan ditempuh dalam proses dari awal sampai akhir atau dari pemeriksaan sampai pada proses pengajuan upaya hukum lanjutan.
Pada prinsipnya, semua hal diatas diawali dari bagaimana SPT diisi dan disampaikan oleh Wajib Pajak. Jika memang semua telah sesuai maka penyampaian SPT adalah proses akhir dari rangkaian kewajiban pajak dalam suatu periode dan kita pun dapat tenang setelahnya. Selain dalam hal pengisian, SPT juga memiliki batas waktu untuk disampaikan. SPT dengan berbagai jenis formulir dan periodenya, memiliki tanggal jatuh yang berbeda-beda. Keterlambatan atas penyampaian SPT akan beresiko pada terbitnya sanksi denda administrasi. Namun lebih dari itu, jika sampai pada waktu yang semakin lama dari batas waktu penyampaian dan terlebih jika Otoritas Pajak juga telah mengirimkan teguran, maka belum/tidak menyampaikan SPT dapat dianggap sebagai suatu indikasi bahwa Wajib Pajak memang sedang menghindari kewajiban pajaknya. Hal ini akan mengundang resiko yang lebih besar tidak hanya pada aspek pajak saja namun dapat juga dikaitkan dengan hal lain seperti resiko pidana, kurungan, pencegahan, baik kepada Wajib Pajak itu sendiri ataupun wakil atau pengurus dari Wajib Pajak Badan/Perusahaan.
Jadi, pelporan SPT tetap perlu dilakukan walaupun terlambat atau melebihi batas waktu pelaporannya. Keterlambatan memang akan melahirkan sanksi denda administrasi, namun hal tersebut adalah resiko teringan yang mungkin akan dihadapi. Resiko lanjutan atas tidak menyampaikan laporan SPT justru lebih besar dan makin bertambah besar jika penghasilan dari usaha kita sudah cukup tinggi. Semakin banyak transaksi yang dilakukan dengan nilai nominal yang juga semakin besar membutuhkan perhatian dan persiapan yang matang terkait aspek-aspek pajaknya. Dengan persiapan yang baik maka semua resiko negatif yang dapat ditemui pada waktu mendatang dapat dikurangi mulai dari saat ini.
Akhirnya, kembali pada poin awal bahwa jika ingin mengurangi resiko kerepotan yang ditemui setelah penyampaian SPT, maka sebaiknya kita telah mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas serta menyampaikannya tepat waktu. Hal tersebut tentunya dimulai dari pemahaman yang cukup terhadap peraturan pajak dan secara konsisten menerapkannya dalam tiap transaksi.
Jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan isi kolom komentar dibawah. Pertanyaan Anda akan dijawab Konsultan Pajak kami
Min, tanya dong.
Kalau saya karyawan, dan pendapatan saya tidak kena potongan pajak karena pendapatan saya masih kecil, misalnya dibatas tidak kena potongan pajak. Dan tahun tersebut saya dapat project freelancer dari Badan sebesar 50 juta, dan saya dikenakan potongan 2%. Apakah pendapatan yang 50 juta harus di declare? Jika iya, apakah akan kena pajak progresive? (Asumsikan pendapatan saya dibatas tidak kena pajak). Terima kasih bantuannya min. Sukses ya blog pajaknya.
1. Laporan SPT Tahunan PPh pada prinsipnya akan berisi data seluruh penghasilan pada tahun trsebut dari sumber manapun, baik yang sudah ada pemotongan ataupun yg belum, baik dalam negeri ataupun luar negeri, apapun kondisinya.
2. Dari semua penghasilan yang ada akan dibedakan jenis-jenisnya ke dalam 3 kelompok, yaitu pasal 4 ayat 1, pasal 4 ayat 2, dan pasal 4 ayat 3.
3. Semua jenis penghasilan yg masuk kategori pasal 4 ayat 1 akan dikenakan tarif progresif pasal 17.
4. Dari cerita di atas kondisinya akan masuk di pasal 4 ayat 1.
5. Adanya pemotongan pajak oleh pemberi kerja akan diperhitungkan untuk mengurangi pajak yang nantinya masih harus dibayar sendiri