Perpajakan di Indonesia menganut sistem Self-Assessment atau Wajib Pajak memiliki wewenag untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya sendiri. Sistem ini digunakan dalam perpajakan pusat baik bagi perusahaan yang sudah besar ataupun UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah). UMKM dapat berbentuk pribadi ataupun perusahaan yang memiliki omzet kurang dari 4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak.
Menurut pajak.go.id, tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Saat memasuki akhir tahun pajak terdapat 3 hal yang perlu disiapkan sebuah perusahaan atau UMKM dalam memenuhi kewajiban pajaknya.
- Cek Batas Waktu Penggunaan PP
PPh untuk UMKM atau biasa dikenal dengan PPh Final 0,5% atau di sebut juga PPh Final atas Peredaran Bruto Tertentu merupakan Jenis PPh yang disederhanakan oleh Pemerintah. Pemerintah menyederhanakan pemungutan pajak pagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan (tidak termasuk BUT) yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Tujuan dari kebijakan ini untuk memberikan kemudahan kepada WP golongan UMKM dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya; hal ini diatur dalam PP 23 Tahun 2018.
Pada PP 23 Tahun 2018, dikategorikan 2 subjek pajak yang diperbolehkan untuk menggunakan PP 23, yakni Orang Pribadi dan Badan Usaha. Masing-masing subjek pajak memiliki jangka waktu yang berbeda dalam penggunaannya. Bagi Orang Pribadi dapat menggunakan PP 23 dalam jangka waktu 7 tahun, sementara bagi Badan Usaha berbentuk PT dapat menggunakannya dalam waktu 3 tahun dan bagi Badan Usaha berbetuk CV, Firma, dan Koperasi dapat menggunakannya dalam jangka waktu 4 tahun. Jangka waktu akan dihitung sejak Tahun Pajak PP berlaku bagi Wajib Pajak Lama dan dihitung sejak Tahun Pajak terdaftar bagi Wajib Pajak Baru. PP 23 Tahun 2018 tetap dapat digunakan pada jangka waktu tersebut apabila peredaran bruto dari subjek pajak tidak melebihi 4,8 miliar pertahun. Sementara apabila sudah melewati jangka waktu atau melebihi peredaran bruto yang ditetukan maka harus menggunakan tarif umum.
2. Cek Peredaran Bruto dan cocokan dengan Peraturan PP 23
Bagi Wajib Pajak yang masih memiliki peredaran bruto tidak melebihi 4,8 miliar pertahun dapat memilih tarif apa yang ingin digunakan dalam perhitungan pajaknya, yakni dapat menggunakan Tarif Final UMKM PP 23 atau Tidak Final atau biasa di sebut Tarif Umum. Namun, apabila sudah tidak memenuhi kriteria maka Wajib Pajak wajib menggunakan tarif umum. Sementara, apabila pada tahun berjalan peredaran bruto diatas 4,8 miliar maka di tahun tersebut tetap bisa menggunakan PP23. Namun, pada tahun pajak berikutnya harus menggunakan tarif umum.
Kemudian tahun 2021, terdapat pembaharuan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021 yakni UU HPP, tarif PPh Final untuk pengusaha dengan peredaran bruto tertentu mengalami perubahan. Apabila peredaran bruto kurang dari Rp 500 juta pertahun maka Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut tidak dikenai PPh. Namun, apabila peredaran bruto sebesar 510 juta, maka peredaran bruto yang dikenai PPh senilai 10 juta dikalikan dengan 0,5%.
Pada penggunaannya, apabila menggunakan Tarif Final atau PP 23 Wajib Pajak hanya perlu mengkalikan penghasilan bruto dengan 0,5%, nilai tersebut adalah pajak yang perlu dibayarkan. Namun, jika menggunakan Tarif Tidak Final atau Tarif Umum bagi Wajib Pajak Orang Pribadi perlu mengurangi terlebih dahulu penghasilan yang diterima dengan biaya-biaya yang dikeluarkan kemudian hasilnya baru dihitungan menggunakan Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) UU HPP.
Berikut tabel lapisan Penghasilan Kena Pajak :
Sementara bagi Wajib Pajak Badan Usaha apabila memilih atau sudah wajib menggunakan tarif Tidak Final maka pajaknya akan dihitung menggunakan tarif PPh Pasal 17 ayat 2a, yang mana nilai dari netto dikalikan dengan 11% apabila mendapatkan fasilitas 31E UU PPh dan 22% apabila tidak mendapatkan fasilitas 31E UU PPh.
Namun, tidak semua penghasilan dapat dikategorikan sebagai penghasilan atas Peredaran Bruto Tertentu. Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu ini adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Wajib Pajak Orang Pribadi atau Wajib Pajak Badan Usaha tidak termasuk BUT; dan
- Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari:
- Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
- Usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
- Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
- peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 (satu) tahun pajak
3. Cek Pelunasan Pajak
Administrasi hal yang sangat penting dalam perpajakan, semua hal yang berkaitan dengan pajak harus teradministrasi dengan rapih baik dari segi pembayaran maupun pelaporan. Administrasi yang perlu dilengkapi dalam Pajak UMKM adalah Pelunasan Pajak. Pelunasan Pajak pada Pajak UMKM, dapat dilakukan dengan 2 mekanisme yaitu
- setor sendiri, pada mekamisme ini Wajib Pajak dapat membuat kode billing sendiri kemudian menyetorkannya ke Negara.
- Dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau Pemungut, pada mekanisme ini Wajib Pajak perlu menyertakan surat keterangan kepada Pemotong atau Pemungut dari Wajib Pajak. Surat keterangan ini dapat diajukan ke Kantor Pajak terdaftar.
Dengan mempersiapkan hal-hal tersebut diharapkan Wajib Pajak dapat terhindar dari sanksi dan denda baik dari telat setor maupun telat lapor, sehingga Wajib Pajak/Perusahaan dapat melanjutkan bisnisnya dengan lebih baik di tahun selanjutnya.
Pada umumnya, tahun buku atau tahun pajak yang biasa digunakan oleh wajib pajak sama dengan tahun kalender, yaitu Januari-Desember. Namun, Direktorat Jenderal Pajak memberikan kelonggaran untuk setiap wajib pajak dapat menggunakan tahun pajak yang berbeda dengan tahun kalender, seperti Juli-Juni, Agustus-Juli, dan lain-lain.