
Mulai tahun 2025, pemerintah Indonesia akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% sebagai bagian dari kebijakan yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kebijakan ini tidak hanya berdampak pada tarif PPN umum, tetapi juga akan memengaruhi Pajak Kegiatan Membangun Sendiri (KMS), yang merupakan bentuk PPN khusus bagi individu atau badan hukum yang melakukan kegiatan pembangunan untuk keperluan pribadi, bukan untuk dijual atau disewakan dalam usaha komersial. Dengan adanya kebijakan ini, tarif PPN KMS akan naik dari 2,2% menjadi 2,4%, yang disesuaikan dengan kenaikan tarif PPN umum.
Pengertian Pajak Kegiatan Membangun Sendiri (KMS)
Pajak Kegiatan Membangun Sendiri (KMS) dikenakan atas kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh individu atau badan hukum yang mendirikan bangunan untuk digunakan sendiri. Pajak ini diberlakukan atas pembangunan baru maupun penambahan bangunan yang sudah ada, yang dilakukan tanpa bantuan kontraktor. Dengan kata lain, KMS berlaku bagi mereka yang memilih untuk membangun atau memperluas bangunan secara mandiri, baik secara langsung maupun melalui bantuan tenaga kerja tanpa kontrak resmi dengan kontraktor.
Saat ini, tarif PPN KMS ditetapkan sebesar 2,2% dari total biaya pembangunan. Namun, seiring dengan naiknya tarif PPN umum menjadi 12% pada tahun 2025, tarif KMS juga akan disesuaikan menjadi 2,4%. Penetapan tarif KMS ini berlaku untuk semua kegiatan pembangunan mandiri dengan luas minimal 200 meter persegi. Pajak dihitung berdasarkan total biaya pembangunan tanpa mempertimbangkan harga properti.
Ketentuan dan Aturan dalam Pengenaan PPN KMS
Aturan pengenaan pajak KMS diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 61/PMK.03/2022, yang menguraikan bahwa bangunan yang dikenakan PPN KMS harus memenuhi beberapa kriteria. Untuk dikenakan pajak, bangunan harus:
- Memiliki struktur utama yang terbuat dari kayu, beton, batu bata, atau baja, atau bahan bangunan sejenis lainnya.
- Digunakan untuk keperluan perumahan atau komersial.
- Memiliki luas minimal 200 meter persegi.
Ketiga persyaratan tersebut harus dipenuhi secara kumulatif agar pembangunan dapat dikategorikan sebagai objek pajak KMS. Artinya, apabila pembangunan tidak memenuhi salah satu dari ketiga syarat tersebut, maka pembangunan tersebut tidak termasuk dalam objek PPN KMS.
Selain itu, Pasal 2 ayat 5 dalam PMK 61/2022 menyatakan bahwa pembangunan yang memenuhi kriteria di atas dapat dilakukan sekaligus atau bertahap dalam jangka waktu maksimal dua tahun. Namun, jika proses pembangunan melampaui dua tahun, bangunan tersebut tetap akan dianggap sebagai objek pajak KMS sepanjang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Dampak Kenaikan Tarif KMS Terhadap Masyarakat
Kenaikan tarif KMS ini diperkirakan akan berdampak pada masyarakat lokal, khususnya bagi mereka yang berencana membangun atau memperluas rumah atau gedung secara mandiri.
Kenaikan biaya ini berarti keseluruhan biaya pembangunan mandiri sedikit lebih tinggi dibandingkan sebelumnya, dan masyarakat harus mempertimbangkan anggaran yang lebih besar untuk menyelesaikan proyek konstruksi mereka.
Bagi pemerintah, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara melalui PPN, sehingga dapat membantu mendanai berbagai program pembangunan.
Di sisi lain, bagi individu dan organisasi yang berencana membangun sendiri, penting untuk memahami peraturan dan regulasi terbaru untuk menghindari denda dan sanksi karena tidak mengetahui undang-undang perpajakan terbaru.