Bisnis padel di Indonesia tengah mengalami pertumbuhan yang pesat, tidak hanya sebagai olahraga populer tetapi juga sebagai peluang usaha yang menjanjikan. Mulai dari penyewaan lapangan, pelatihan, penjualan alat olahraga, hingga penyelenggaraan turnamen, bisnis ini menawarkan potensi keuntungan besar. Namun, di balik potensi tersebut, terdapat sejumlah kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha untuk memastikan bisnis berjalan secara legal dan lancar. Dalam artikel ini, akan dibahas berbagai aspek perpajakan yang wajib diperhatikan oleh pelaku bisnis padel.
Salah satu kebutuhan utama dalam bisnis padel adalah penyewaan lahan atau gedung untuk membangun dan mengoperasikan lapangan. Atas transaksi sewa ini, terdapat dua jenis pajak yang harus diperhatikan. Pertama, PPh Pasal 4 ayat (2), yaitu Pajak Penghasilan Final sebesar 10% dari nilai sewa yang harus dipotong dan disetorkan oleh penyewa kepada negara. Sebagai contoh, jika biaya sewa tahunan mencapai Rp100.000.000, maka PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayarkan adalah Rp10.000.000. Bukti potong pajak ini kemudian diserahkan kepada pemilik lahan atau gedung. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diberlakukan jika pemilik lahan atau gedung telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dalam hal ini, PPN sebesar 11% dari nilai sewa dikenakan, dan pemilik lahan diwajibkan menerbitkan faktur pajak serta memungut PPN dari pihak penyewa.
Di sisi lain, keberadaan pelatih atau instruktur juga menjadi elemen penting dalam bisnis padel untuk mendukung kualitas layanan. Penghasilan yang diterima oleh pelatih, baik sebagai pegawai tetap maupun tidak tetap, dikenakan PPh Pasal 21. Tarif pajak yang dikenakan bersifat progresif, mulai dari 5% hingga 35% tergantung besaran penghasilan tahunan. Pelaku usaha wajib memotong PPh Pasal 21 atas gaji atau honorarium yang dibayarkan kepada pelatih, kemudian menyetorkannya ke negara. Selain itu, pelatih juga harus melaporkan penghasilan dan pajak yang telah dipotong melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Penghasilan yang diperoleh dari operasional bisnis padel, seperti penyewaan lapangan, penjualan alat, atau jasa pelatihan, juga dikenakan Pajak Penghasilan Badan. Untuk badan usaha dengan omzet tahunan di bawah Rp4,8 miliar, pelaku usaha dapat memanfaatkan skema Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM dengan tarif 0,5% dari omzet bruto bulanan. Sebagai contoh, jika omzet bulanan mencapai Rp300.000.000, maka PPh Final UMKM yang harus dibayarkan adalah Rp1.500.000 per bulan. Namun, apabila omzet tahunan melebihi batas tersebut, pengenaan pajak akan mengikuti tarif PPh Badan normal sesuai ketentuan yang berlaku.
Selain itu, penyelenggaraan turnamen padel sering kali melibatkan jasa event organizer (EO). Imbalan yang diterima oleh EO atas jasa penyelenggaraan turnamen dikenakan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari jumlah pembayaran bruto, tidak termasuk PPN. Pajak ini dipotong oleh pengguna jasa Event Organizer (EO) dan wajib disetorkan ke negara sesuai ketentuan yang berlaku.
Bisnis padel yang telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) juga memiliki kewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas penjualan barang dan jasa. Barang seperti raket, bola, atau perlengkapan padel, serta jasa seperti sewa lapangan atau pelatihan, dikenakan PPN sebesar 11%. Tidak semua transaksi dikenakan PPN, seperti penjualan tiket untuk pertandingan olahraga yang dikecualikan dari objek PPN karena masuk dalam kategori jasa hiburan.
Fasilitas olahraga yang diberikan kepada karyawan juga dapat memiliki implikasi pajak. Jika fasilitas olahraga tersebut berupa akses gratis ke lapangan padel, maka fasilitas ini termasuk dalam kategori pajak natura. Fasilitas dengan nilai di bawah Rp1,5 juta per tahun untuk setiap karyawan dibebaskan dari pajak natura. Namun, fasilitas mewah, seperti golf, tetap dikenakan pajak tanpa batasan nilai.
Dengan memahami kewajiban pajak ini, pelaku bisnis padel dapat mengelola usaha mereka secara lebih profesional dan terhindar dari risiko sanksi hukum akibat kelalaian perpajakan. Memastikan kepatuhan terhadap aturan perpajakan tidak hanya membantu kelancaran operasional tetapi juga membangun reputasi bisnis yang baik di mata mitra dan konsumen.