Pembebasan pajak sebesar US$500 atau setara dengan Rp. 7 juta per penumpang ditawarkan untuk barang bawaan penumpang yang dikhususkan untuk kebutuhan, demikian kutipan dari akun Instagram resmi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai RI oleh @beacukairi. Pembatasan pembebasan bea dan cukai impor selama ini telah dilakukan pemerintah (de minimalist value).
Karena pengecualian ini hanya berlaku untuk barang yang dibeli untuk penggunaan pribadi, Jastip, misalnya, harus membayar bea masuk dan pajak atas nilai penuh dari barang yang dibeli. Para pebisnis di Jastip biasanya membeli barang dengan harga lebih dari US$500 atau setara dengan Rp. 7 juta. Entah itu pakaian jadi, sepatu dan tas bertema merak, atau facial. Modus pemisahan inilah yang biasa dilakukan oleh para pengusaha jastip.
Pada kenyataannya, barang-barang yang dibawa oleh para masyarakat yang melakukan jasa kontrak dianggap sebagai barang dagangan dan bukan milik para masyarakat tersebut. Oleh karena itu, dalam konteks undang-undang impor, semua barang dikenakan bea masuk dan pajak (PDRI). Setiap pemasok jastip yang sah juga harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) agar dapat sepenuhnya menikmati tarif impor dan pembebasan pajak impor. Selain itu, pengenaan pajak berfungsi untuk melindungi pelaku korporasi dalam negeri yang telah mematuhi peraturan perpajakan. Oleh karena itu, kelebihan nilai barang akan dikenakan bea masuk dan PDRI jika penyedia Jastip mengimpor barang dan cinderamata dari luar negeri yang nilainya lebih dari nilai pembebasan sebesar USD 500.
Hal ini dilakukan dengan membagi belanjaan di antara individu agar tetap berada dalam batas bea cukai dan, tentu saja, menghindari pajak, atau jika mereka tidak meninggalkan tas belanjaan untuk menghindari kecurigaan dari petugas bea cukai. L, pelaku jastip asal Surabaya yang biasa terbang ke Thailand untuk membeli barang-barang terpercaya, pernah melakukan aksi tersebut. Ia diperbolehkan membawa pulang pakaian, aksesoris, tas, dan sepatu seberat 75 kilogram ke Indonesia.
Mengapa layanan ini digunakan oleh begitu banyak orang? Ini karena membeli barang dari luar negeri jauh lebih murah daripada melakukannya di dalam negeri. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah mengambil keputusan untuk mengenakan pajak pada perusahaan-perusahaan yang saat ini berkembang biak di seluruh tanah air.
Padahal Jastip yang sering dilakukan secara ilegal itu bisa dipidana lho! Penyedia jasa Bea dan Cukai diberi kuota sebesar US$ 500, yaitu setara dengan Rp. 7 juta (kurs Rp 14.000). Anda berisiko masuk penjara jika secara diam-diam menyimpan lebih banyak produk daripada yang diizinkan. UU Pasal 102 dan 103 menjadi dasar perumusan pidana.
Modus penipuan ini memang sering dilakukan dan bisa merugikan negara. Barang-barang ini akan diproses setelah disita sebagai hukuman. Jika pelaku mampu membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka baru boleh diambil.
Tampaknya pengusaha asing yang berbisnis di Jastip dikenakan pajak profesional selain pajak bea cukai yang dikenakan pada mereka. Penjelasan DJP tentang implikasi perpajakan dari titipan jasa menunjukkan bahwa kegiatan jastip ini dianggap sebagai beban orang pribadi yang kena pajak. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Penumpang dan Permulaan Sarana Angkutan mengatur ketentuan perpajakan yang berkeadilan ini.
Daripada ambil resiko terkena pidana dan dipenjara, lebih baik gunakan sistem legal yang dianjurkan oleh pemerintah, caranya gimana? Yuk simak!
- Identifikasi Barang Jastip dan Bukti Tagihan Belanja.
Pastikan komoditas yang didatangkan dari luar negeri bukan yang dilarang impor dan ekspornya. Laporkan dan deklarasikan barang tersebut dengan menggunakan Customs Declaration pada saat Anda masih berada di dalam pesawat atau pada saat Anda tiba di terminal kedatangan di bandara internasional Indonesia (BC 2.2). Mengirimkan BC 2.2 kepada pejabat bea dan cukai daerah agar perhitungan bea masuk dan PDRI dapat dilakukan setelah dilakukan pemeriksaan. Ingatlah untuk menyertakan faktur atau kwitansi sebagai sumber utama saat menghitung nilai pabean barang dagangan. Barang-barang tersebut dapat dikeluarkan dari daerah pabean dan menjadi barang legal setelah bea masuk dan PDRI dilunasi.
2. Kenali Terbatasnya Jumlah Barang Yang Dibeli
Selain penerapan bea masuk dan PDRI untuk barang yang diimpor dari luar negeri, terdapat aturan mengenai jumlah barang yang dibawa dalam undang-undang Bea dan Cukai. Beberapa barang dibatasi oleh bea cukai sesuai dengan sistem perdagangan impor. Elektronik dan pakaian jadi adalah beberapa di antaranya. Ada batasan dua item untuk barang elektronik per orang. Jika terlampaui, Anda juga harus mendapatkan persetujuan dari kementerian lembaga terkait selain membayar bea masuk dan PDRI. Namun, Anda hanya diperbolehkan membawa total 10 potong pakaian. Jika penyedia Jastip mampu membayar bea masuk dan PDRI, petugas Bea dan Cukai lebih tertarik pada siapa yang memberikan layanan tersebut. Selalu ikuti aturan emas kejujuran dan hindari penipuan. Gunakan praktik bisnis yang etis dan aman untuk memastikan bahwa keuntungan yang didapat adalah berkah.