Hal ini menuai pro dan kontra bagi masyarakat, selain dengan tujuan menambah pemasukan negara, konsekuensi lain juga akan memperlembat ekonomi secara general.
Menurut penelitian dari pusat industri perdangangan dan investasi indef Ahmad Heri Firdaus, kenaikan tarif PPN berdampak dengan penurunan daya saing Indonesia. Dapat terlihat dari sisi ekspor yang di prediksi menurun secara agregat 1,41%. “Ketika PPN dinaikkan dari 11% ke 12%, maka dampaknya kita akan lihat terjadi penurunan daya saing” ungkap Firdaus , Rabu (20/03).
Berikut jabaran dampak yang di prediksikan akibat dari kenaikan tarif PPN 12% menurut beliau
- Konsumsi rumah tangga menurun 0,26% sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang terkoreksi 0,17%.
- Impor meningkat 0,85% karena masyarakat cenderung lebih memilih kombinasi barang dan jasa yang lebih terjangkau bagi daya beli mereka.
- Upah rill akan turun 0,96% di Tengah potensi kenaikan inflasi sebesar 0,97%.
- Biaya investasi meningkat 1,2%, hal tersebut akan menjadi pertimbangan bagi investor dalam menanamkan modalnya di Indonesia.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Palungan, bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam kurun waktu dari 2022 hingga 2023 seiring dengan kenaikan PPN 11% pada tahun 2022. Sebagai catatan, ekonomi RI tumbuh 5,32% di tahun 2022, tetapi melambat 5,05% pada 2023.
Hal ini disebabkan karena konsumsi rumah tangga yang ikut melambat dari 4,93% di tahun 2022 menjadi 4,82% di tahun 2023. Penurunan tersebut terjadi di sektor komponen non makanan seperti kelompok transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel.
Perlu di ingat, walaupun adanya kenaikan PPN 12% di tahun 2025, kenaikan tersebut tidak berlaku untuk kebutuhan barang pokok, jasa Pendidikan, dan jasa kesehatan. Ungkap Anggota komisi XI DPR RI Fraksi Golkar, Misbakhun.