Penghasilan VS Harta

Penghasilan atau harta, kadang dua hal itu bisa membuat kebingungan tersendiri. Lalu bagaimana keduanya akan berhubungan dengan pajak? Atau, bagaimana perlakuan pengenaan PPh terhadap harta yang kita miliki?

Dari awal kita telah membicarakan tentang Pajak Penghasilan atau PPh sekaligus disertai dengan bagaimana penggolongannya dan pengenaan pajaknya. PPh hanya akan dikenakan ketika ada penghasilan. Definisi penghasilan memang disebutkan secara khusus di UU PPh, namun disini kita akan langsung bahas dalam konteks yang lebih aplikatif. Berikut contohnya: Agus memperoleh imbalan dari jasa yang dia berikan kepada suatu perusahaan sehingga dia bisa hidup dengan berkecukupan dan mempunyai tabungan yang cukup besar. Dalam contoh tersebut kita bisa melihat bagian yang akan disebut sebagai penghasilan.

Saat Agus memperoleh imbalan maka disebut sedang menerima penghasilan. Penghasilan dengan jenis seperti itu merupakan objek yang akan dikenakan PPh. Artinya, Agus akan mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran pajak dalam jumlah tertentu. Pembayaran mungkin saja dilakukan sendiri ataupun melalui pemotongan oleh pihak yang memberikan penghasilan. Dalam kondisi seperti itu tetap ada aspek penghitungan PPh.

Agus yang telah memperoleh penghasilan selanjutnya bisa membiayai kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Agus mungkin saja banyak melakukan kegiatan belanja ataupun konsumsi. Di sisi lain, atas penghasilan tersebut tidak semuanya dihabiskan untuk konsumsi saja namun sebagian lainnya disimpan dalam bentuk tabungan. Semakin lama Agus memperoleh penghasilan maka semakin dia mampu untuk berbelanja dengan jumlah yang lebih besar dan jumlah tabungannya pun semakin meningkat.

Dalam cerita singkat diatas apakah sudah terlihat perbedaan antara penghasilan dan harta?

Ya, penghasilan merupakan sejumlah imbalan yang kita terima. Dari imbalan tersebut selanjutnya digunakan untuk konsumsi ataupun disimpan dalam bentuk harta. Objek yang akan dikenakan PPh adalah dari sisi penghasilan saja, bukan dari adanya kepemilikan harta. Harta hanya sebagai wujud dari adanya penghasilan yang pernah diterima.

Dalam pelaporan SPT Tahunan PPh, penghasilan dan harta adalah bagian utama yang harus dilaporkan. Keduanya memiliki hubungan sebab akibat yang erat. Melaporkan hanya harta saja ataupun hanya penghasilan saja akan menimbulkan kesan yang tidak wajar. Jika ada hal-hal yang tidak wajar maka bisa ditarik kesimpulan bahwa laporan yang disampaikan belum sepenuhnya benar, lengkap, dan jelas.

Sebagai contoh misalnya, pada tahun sebelumnya jumlah harta yang dilaporkan sebesar 10 dan pada tahun berikutnya ada tambahan harta 6, sehingga total harta sampai tahun ini berjumlah 16. Sepanjang tahun ini melaporkan jumlah penghasilan yang diperoleh sebesar 5. Andaikan tidak ada informasi sama sekali tentang adanya hutang dalam laporan SPT. Dari cerita tersebut sudah cukup jelas adanya gambaran ketidakwajaran. Jika dalam tahun ini dia menambah jumlah harta sebanyak 6 maka jumlah penghasilan yang diperoleh seharusnya akan ada lebih dari 6, namun yang dilaporkan hanya 5. Awal mula bisa menambah jumlah harta pasti dari adanya penghasilan. Jika jumlah penghasilan yang dilaporkan tidak relevan maka hitungan PPh juga mungkin masih keliru. Dari selisih jumlah tambahan harta dengan jumlah penghasilan yaitu 1, dari hitungan 6 dikurangi 5, akan dianggap sebagai tambahan penghasilan yang belum dilaporkan dan dihitung pajaknya.

Lalu, bagaimana jika memperoleh tambahan harta yang berasal dari warisan? Warisan tetap akan digolongkan sebagai penghasilan, namun dalam kelompok penghasilan yang tidak akan dikenakan PPh. Jika memang menerima warisan maka kita tetap perlu melaporkannya dalam SPT. Dalam kondisi setelah memperoleh warisan kita langsung menjualnya, kemudian hasil penjualannya langsung kita habiskan untuk konsumsi, maka mungkin saja dalam tahun tersebut tidak akan ada tambahan harta, walaupun ada penghasilan yang diterima.

Profil atau kondisi kehidupan kita akan mencerminkan jumlah penghasilan yang diperoleh. Jika kita memiliki harta dalam jumlah besar ataupun melakukan aktivitas konsumsi yang cukup mewah pastinya penghasilan yang diperoleh pun dalam jumlah yang besar.

Jadi, penting untuk melakukan riviu terhadap kesesuaian jumlah harta dan jumlah penghasilan pada setiap tahun pajak. Jika ada hal-hal yang masih lupa untuk dilaporkan ataupun dihitung pengenaan pajaknya, maka kita masih punya kesempatan untuk melakukan revisi laporan atau menyampaikan SPT dengan status Pembetulan. Jika sampai ketidakwajaran ini ditemukan oleh otoritas pajak maka kita akan menghadapi risiko yang lebih besar.

Jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan isi kolom komentar dibawah. Pertanyaan Anda akan dijawab Konsultan Pajak kami

You May Also Like

About the Author: Admin FlazzTax.com

6 Comments

  1. Selamat Pagi, maaf saya ijin bertanya. Jika penghasilan hanya didapat dari gaji (UMR) pabrik. Sedangkan pabrik hanya membayar separuh dari gaji yang ditentukan, MAKA apakah pph akan dikenakan pajak dengan gaji penuh atau gaji separoh..? Trimakasih

  2. Mohon pencerahan terkait PPS pada UU HPP yang baru
    jika otorisasi pemerintah menemukan harta yg sebenarnya harta tersebut didapat dari penghasilan yg sudah dilaporkan. Maka data apa yg kita sajikan ke otoritas pajak utk membuktikan bahwa harta tersebut merupakan bagian dari penghasilan yg telah kita laporkan dan dikenai pajak.
    terimakasih

  3. Ada harta diperoleh hanya dari penghasilan yang sudah dipotong PPh 21 tetapi lupa/tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan Perorangan.
    Apakah harta tersebut perlu ikut PPS (Program Pengungkapan Sukarela) ?

Tinggalkan Balasan ke MUHAMAD ABDUL GHOFUR Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.