Update artikel :
Pada salah satu pembahasan di awal kita sudah mengkategorikan jenis penghasilan sebagai objek PPh, ada kelompok penghasilan Pasal 4 ayat 1, 4 ayat 2, dan 4 ayat 3. Pembagian kelompok ini akan memberikan perbedaan yang besar untuk penghitungan dan pelaporan pajaknya. Secara sederhana, perbedaan atas pembagian tersebut yaitu:
Pasal 4 ayat 1: Pengenaan PPh dihitung ulang pada akhir tahun untuk keseluruhan penghasilan yang masuk kelompok Pasal 4 ayat 1. Jika ada pemotongan PPh yang dilakukan oleh perusahaan atau pihak lain dapat diperhitungkan untuk mengurangi jumlah PPh yang masih harus dibayar pada akhir tahun. Laporan SPT Tahunan PPh dapat menghasilkan status Kurang Bayar, Lebih Bayar, ataupun Nihil, tergantung dari hasil penghitungan ulang.
Pasal 4 ayat 2 (FINAL): Pengenaan, penghitungan, dan pembayaran PPh atas penghasilan kelompok Pasal 4 ayat 2 seharusnya telah dilunasi semua secara langsung pada waktu penghasilan diterima. Pembayaran tersebut dapat dilakukan dengan pemotongan oleh perusahaan atau pihak lain, namun jika tidak ada pemotongan maka harus dilakukan pembayaran sendiri. Pembayaran ini seharusnya sudah dilakukan tiap bulan per bulan pada tahun berjalan, bukan dijumlah dan dibayar sekaligus pada akhir tahun. Jika pembayaran per bulan belum sempat dilakukan maka sebelum pelaporan SPT Tahunan disampaikan harus dilunasi dengan detil pembayaran yang tetap terpisah bulan per bulan, tidak boleh digabung langsung satu tahun. Jika semua penghasilan yang diterima masuk dalam kelompok ini maka status SPT Tahunan PPh pasti akan Nihil. PPh Final 1% untuk UMKM berada pada kelompok Pasal 4 ayat 2.
Pasal 4 ayat 3: Penghasilan yang masuk kelompok ini tidak akan dikenakan PPh, namun bukan berarti tidak dilakukan pelaporan. Masih ingat dengan kesesuaian hubungan antara penghasilan dan harta? Pada prakteknya, jenis penghasilan pada kelompok ini jarang dilaporkan sehingga akan terdapat ketidaksesuaian dengan informasi harta. Berapapun jumlah penghasilan dalam kelompok ini tidak akan berpengaruh pada jumlah pembayaran PPh dan status Kurang Bayar/Lebih Bayar pada SPT Tahunan PPh.
PPh Final 1% untuk UMKM perorangan
Jika individual memperoleh penghasilan dari usaha perdagangan barang atau dari usaha pengelolaan jasa (sepanjang jasa yang diberikan bukan dalam sifat Pekerjaan Bebas) dan omset yang dimiliki belum melebihi 4,8 miliar rupiah per tahun maka dia dapat menghitung pengenaan PPh dengan penghitungan 1% dari omset. Dalam kondisi ini tidak dilihat apakah usaha menghasilkan keuntungan atau tidak. Pengenaan PPh dengan konsep ini dimaksudkan untuk menyederhanakan cara penghitungan sehingga belum tentu lebih menguntungkan/hemat dalam hal jumlah PPh yang akan dibayarkan.
Sebagai contoh, A mempunyai usaha penjualan alat tulis melalui toko dan pada bulan pertama usahanya memeproleh omset 100 juta rupiah, maka A akan membayarkan PPh Final 1%, yaitu 1% dari 100 juta sama dengan 1 juta. Pembayaran 1 juta tersebut dilakukan sendiri dan paling lambat dibayarkan pada tanggal 15 bulan berikutnya. Pada bulan berikutnya jika omset yang diperoleh tidak stabil maka jumlah pembayaran PPh juga akan berubah. Begitu seterusnya dalam tiap bulan dihitung jumlah PPh dan dibayarkan pada bulan berikutnya. Dalam hal A sepanjang 1 tahun semata-mata hanya memperoleh penghasilan dari sumber tersebut maka pelaporan SPT Tahunan PPh akan berstatus Nihil.
PPh Final 1% untuk UMKM badan/perusahaan
Jika suatu badan/perusahaan memeperoleh penghasilan dari kegiatan usaha belum melebihi 4,8 miliar rupiah pada tahun sebelumnya, maka pengenaan pajak pada tahun ini menggunakan penghitungan PPh 1% dari omset. Untuk pengenaan PPh 1% terdapat perbedaan waktu pemberlakuan antara badan dan perorangan. Jika perorangan pada tahun pertama akan langsung dikenakan PPh 1% maka untuk badan usaha pengenaan ini akan dilakukan pada tahun kedua dan seterusnya. Sedangkan untuk teknis penghitungan dan pembayaran PPh 1% badan usaha akan tetap sama seperti yang dilakukan oleh perorangan.
Sebagai contoh, perusahaan B pada tahun pertama memeproleh omset 4 milir rupiah, maka pada tahun kedua perusahaan B akan menerapkan hitungan PPh 1%. Pada tahun kedua perusahaan B memperoleh omset 5 miliar rupiah, maka pada tahun ketiga tidak akan lagi menerapkan hitungan PPh 1%. Sepanjang tahun kedua, perusahaan tetap akan menerapkan hitungan PPh 1% karena kondisi pada tahun sebelumnya yang menjadi penentu. Jadi jumlah omset 4,8 miliar ditentukan dari kondisi pada tahun sebelumnya, begitu yang akan terjadi untuk tiap tahun berikutnya.
Kemudian, jika ada tahun yang pengenaan PPh bukan 1%, khususnya pada tahun pertama, maka pengenaan PPh dilakukan dengan sedikit lebih rumit. Pengenaan tersebut dilakukan dengan menghitung jumlah penghasilan netto atau keuntungan, kemudian dikalikan tarif PPh Badan secara umum. Pada kesempatan berikutnya akan dijelaskan penghitungan tarif PPh Badan.
Jadi secara sederhana, jika kita termasuk dalam kelompok yang akan dikenakan PPh 1% maka pembayaran dilakukan per bulan dengan jumlah yang dapat berubah-ubah sesuai omset yang diperoleh. Untuk Kode Akun Pajak yang digunakan adalah 411128 dan Kode Jenis Setoran 420. Pada akhit tahun, SPT Tahunan PPh tetap dilaporkan dengan informasi penghasilan masuk dalam kelompok Pasal 4 ayat 2 dan status SPT Nihil.
Update artikel :
Tarif Pajak UMKM Turun mulai 1 Juli 2018
Jika Anda memiliki pertanyaan, silahkan isi kolom komentar dibawah. Pertanyaan Anda akan dijawab Konsultan Pajak kami
Saya lagi mendalami tesis mengenai perpajakan dan startup, boleh kan saya meminta kontak nya? Untuk sekedar berbincang bincang..
Nanti di PM ya.