Setelah disahkan pada bulan September 2020 lalu, Undang – Undang Bea Meterai Nomor 10 Tahun 2020 mulai berlaku pada 1 Januari 2021. Pada Undang – Undang tersebut ditetapkan bahwa tarif tunggal bea meterai adalah Rp.10.000,-. Tujuan tarif tunggal bea meterai tunggal ini adalah memberikan kesetaraan antara dokumen kertas dan elektronik.
Menurut UU Bea Meterai No 10 Tahun 2020, Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen. Dalam UU terbaru ini menyebutkan tentang jenis meterai, yang terbaru adalah Meterai Elektronik atau Digital.
Meterai Tempel adalah meterai yang berbentuk seperti perangko, ditempelkan pada kuitansi dan sebagainya yang memiliki ciri umum dan khusus. Ciri – ciri umum meterai tempel adalah :
- Gambar lambang negara Garuda Pancasila;
- Frasa “Meterai Tempel”; dan
- Angka yang menunjukkan nilai nominal.
Selain memiliki ciri umum, meterai tempel juga memiliki ciri khusus sebagai unsur pengaman pada desain, bahan, dan teknik cetak. Ciri khusus pada Meterai tempel dapat bersifat terbuka, semi tertutup, dan tertutup.
Meterai Elektronik adalah meterai yang digunakan untuk dokumen elektronik yang memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang diatur dengan Peraturan Menteri. Bea Meterai Elektronik ini digunakan untuk dokumen-dokumen yang bersifat elektronik, mengingat transaksi paperless semakin meningkat. Kebijakan ini diharapkan dapat membuat bea meterai dilakukan secara lebih sederhana dan efektif. Selain meterai tempel dan elektronik, terdapat meterai dalam bentuk lain yang merupakan meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan Meterai Digital, sistem komputerisasi, teknologi percetakan, dan sistem atau teknologi lainnya.
Kemudian, dalam regulasi terbaru ini pemerintah memberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan bea meterai. Bea Meterai yang terutang dapat diberikan fasilitas pembebasan dari pengenaan Bea Meterai, baik untuk sementara waktu maupun selamanya, untuk:
- Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka percepatan proses penanganan dan pemulihan kondisi sosial ekonomi suatu daerah akibat bencana alam yang ditetapkan sebagai bencana alam;
- Dokumen yang menyatakan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan yang semata-mata bersifat keagamaan dan/atau sosial tidak bersifat komersial
- Dokumen dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan; dan/atau
- Dokumen yang terkait pelaksanaan perjanjian internasional yang telah mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perjanjian internasional atau berdasarkan asas timbal balik.
Dalam rangka penegakan hukum, UU Bea Meterai Tahun 2020 menegaskan bahwa setiap orang yang meniru atau memalsukan meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah dengan maksud untuk memakai atau meminta orang lain memakai meterai tersebut sebagai meterai asli, tidak dipalsu, atau sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Sementara itu, bagi setiap orang yang dengan sengaja menghilangkan tanda, menghilangkan ciri, atau memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual, atau memasukkan ke wilayah NKRI seolah-olah meterai tersebut belum dipakai, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).