Pajak Bumi dan Bangunan atau lebih dikenal dengan PBB adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat dari padanya. Menurut Undang – Undang PBB demi mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, negara berkewajiban untuk mengatur tata hidup dan pendayagunaan tanah baik sebagai ekonomi maupun tempat tinggal.
Dasar Hukum yang mengatur Pajak Bumi dan Bagunan adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Terdapat PBB yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak (Pemerintah Pusat), antara lain :
- Sektor Perkebunan
- Sektor Perhutanan
- Sektor Pertambangan Migas
- Sektor Pertambangan Panas Bumi
- Sektor Pertambangan Minerba
- Sektor Lainnya yang berada di wilayah perairan NKRI dan selain objek PBB P2
- Ruas Jalan Tol
- Perikanan Tangkap
- Perikanan Budidaya
- Jaringan Pipa
- Jaringan Kabel
- Fasilitas Penyimpanan dan Pengolahan
Sedangkan untuk PBB Sektor Perdesaan dan Perkotaan (P2) sudah tidak dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah PBB Sektor P2 dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota.
Untuk dapat mendaftarkan Objek PBB dalam sektor-sektor yang dikelola Pemerintah Pusat, terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan yaitu :
1. SPOP disampaikan ke Wajib Pajak
- Bagi Objek Pajak Baru tanggal diterimanya SPOP Elektronik oleh Wajib Pajak adalah tanggal terdaftar.
- Bagi PBB Sektor Perkebunan, Pertambangan Migas dan Pengusahaan Panas Bumi tanggal diterimanya SPOP Elektronik oleh Wajib Pajak adalah 1 Februari
- Bagi PBB Sektor Perhutanan, Pertambangan, Minerba dan Sektor Lainnya tanggal diterimanya SPOP Elektronik oleh Wajib Pajak adalah 31 Maret.
2. Terdapat hal – hal yang perlu diperhatikan bagi Wajib Pajak menyampaikan SPOP secara elektronik :
- Wajib pajak dapat mengakses EFIN, mendownload SPOP, mengupload SPOP sampai dengan menerima Bukti Penerimaan Elektronik pada laman DJP Online.
- SPOP diisi dengan semua data elemen beserta data pendukung isian.
- Jangka waktu SPOP Elektronik diunggah paling lama 30 hari setelah diterima.
- Tanggal unggah merupakan tanggal pengembalian SPOP Elektronik.
- Jika terdapat perubahan data, wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPOP Elektronik.
- Penyampaian SPOP dilaksanakan sesuai ketentuan yang diatur dalam PMK 254/PMK.03/2014.
3. KPP menerbitkan dan menyampaikan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) paling lambat akhir bulan Juni.
4. Setelah Wajib Pajak menerima SPPT. SPPT tersebut harus dilunasi paling lambat 6 bulan sejak SPPT diterima.
5. KPP berhak menerbitkan STP bagi wajib Pajak yang belum/tidak melunasi PBB nya (Pokok Pajak ditambah sanksi Denda 2% per bulan) dan Wajib pajak harus membayar PBB sesuai dengan STP.
Demikian beberapa poin penting perbedaan dalam pegelolaan PBB yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak dan yang dilekukan oleh tiap Pemerintah Daerah.