Berdasarkan Pasal 48 PMK-18/2021 badan atau lembaga keagamaan dan sosial tidak tidak dikenakan pajak penghasilan. Badan atau lembaga keagamaan adalah badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan. Sedangkan badan atau Lembaga sosial adalah badan atau lembaga kesejahteraan sosial yang berbadan hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kesejahteraan sosial yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan:
- pemeliharaan kesehatan yang tidak dipungut biaya,
- pemeliharaan orang lanjut usia atau panti jompo,
- pemeliharaan anak yatim dan/atau piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat,
- santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, kemiskinan, keterpencilan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, tindak kekerasan, dan sejenisnya,
- pemberian beasiswa dan/atau
- pelestarian lingkungan hidup.
Sisa lebih merupakan selisih lebih dari penghitungan seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh selain penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final dan/atau bukan objek PPh, dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, & memelihara penghasilan tersebut. Adapun Biaya untuk mendapatkan, menagih, & memelihara penghasilan, termasuk:
- bantuan, sumbangan, atau harta hibahan (sepanjang tidak ada hubungan istimewa dengan pihak penerima);
- biaya operasional penyelenggaraan kegiatan sosial dan/atau keagamaan; dan/atau
- biaya pengadaan barang dan/atau jasa yang digunakan untuk mendukung operasional penyelenggaraan kegiatan sosial atau keagamaan.
Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya, dikecualikan dari objek PPh dengan syarat sebesar jumlah sisa lebih digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana sosial dan/atau keagamaan paling sedikit sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah sisa lebih, Dialokasikan dalam bentuk dana abadi dalam hal terdapat sisa atas penggunaan sisa lebih untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana & prasarana dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 4 tahun sejak sisa lebih diterima atau diperoleh.
Penggunaan Sisa Lebih dalam sarana dan prasarana sosial dan/atau keagamaan sebagaimana meliputi:
- Pengadaan sarana sosial dan/atau keagamaan.
- Pembangunan dan pengadaan prasarana sosial dan/atau keagamaan, termasuk gedung, tanah, kantor, rumah ibadah; dan/atau pengadaan sarana dan prasarana untuk fasilitas umum, yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Penggunaan sisa lebih dapat dialokasikan dalam bentuk Dana Abadi dengan syarat terdapat pengaturan terkait dana abadi di instansi terkait dan disetujui oleh pimpinan badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan dan pejabat instansi pemerintah terkait.
Dana Abadi dapat dikembangkan berdasarkan praktik bisnis yang sehat & risiko yang terkelola, dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola yang baik & sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hasil pengembangan Dana Abadi sebagaimana dimaksud diatas:
- dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
- dapat digunakan untuk kegiatan operasional terutama untuk pengadaan sarana & prasarana kegiatan sosial atau keagamaan.
Dalam hal penggunaan Dana Abadi dimaksud tidak sesuai ketentuan, atas Dana Abadi tersebut menjadi objek PPh pada Tahun Pajak ditemukan dan diperlakukan sebagai koreksi fiskal.
Penggunaan sisa lebih dalam bentuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana & prasarana dapat dialokasikan untuk pembangunan fasilitas umum atau diberikan kepada badan atau lembaga sosial dan/atau keagamaan lain, sepanjang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penggunaan sisa lebih sebagaimana dimaksud di atas tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto bagi badan atau lembaga sosial atau keagamaan pemberi.
Laporan jumlah sisa lebih untuk badan atau lembaga sosial atau keagamaan harus membuat laporan jumlah sisa lebih yang digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana & prasarana, serta laporan jumlah sisa lebih disampaikan kepada Kepala KPP tempat Wajib Pajak terdaftar setiap tahun sebagai lampiran SPT Tahunan PPh dan selain laporan, Badan/Lembaga harus membuat catatan mengenai rincian penggunaan sisa lebih yang dilengkapi dengan bukti pendukung.
Selanjutnya adalah sisa lebih sebagai objek PPh yang merupakan jumlah sisa lebih yang tidak digunakan untuk pembangunan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana atau dana abadi dalam jangka waktu 4 (empat) tahun diakui sebagai objek PPh pada akhir Tahun Pajak setelah jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut berakhir. Jumlah sisa lebih wajib dilaporkan sebagai tambahan objek PPh dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Tahun Pajak diakuinya sisa lebih tersebut sebagai koreksi fiskal. Demikian penjelasan mengenai Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan atau Lembaga Sosial dan/atau Keagamaan yang Dikecualikan dari Objek PPh.