Ketentuan Pada Turunan UU HPP Klaster PPN Dalam PP Nomor 44 Tahun 2022

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), terdapat peraturan turunan dari Undang – Undang tersebut yang mengatur tentang Penerapan terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah disahkan pada tanggal 2 Desember 2022 dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022. Pengaturan yang dibahas pada PP Nomor 44 Tahun 2022 dibagi menjadi beberapa kelompok substansi yaitu substansi baru, substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya dan substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya.

Substansi baru yang diatur pada PP Nomor 44 Tahun 2022 meliputi :

  1. Pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM yang diatur pada Pasal 5. Pihak lain yang dimaksud merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi, termasuk transaksi yang dilakukan secara elektronik paling sedikit berupa pedagang, penyedia jasa, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
  2. Dalam hal pihak lain yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM melakukan atau memfasilitasi transaksi dengan pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana diatur dalam Pasal 16A Undang-Undang PPN, pemungutan, penyetoran, dan/ atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dilakukan oleh pihak lain yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN.

Jika substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya, terdapat pada pasal 4 tentang Pembeli yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM. Ketentuan tersebut diberlakukan dalam hal :

  1. Pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada Penjual Barang Kena Pajak atau Pemberi Jasa Kena Pajak.
  2. Pembeli atau Penerima Jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual Barang Kena Pajak atau pemberi Jasa Kena Pajak.

 

Tanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ketentuan di atas dilakukan oleh Pembeli atau Penerima Jasa dengan melakukan pembayaran Pajak PPN dan PPNBM yang terutang menggunakan Surat Setoran Pajak dan jika tidak atau kurang melakukan pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dapat ditagih melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan. 

Adapun substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya adalah sebagai berikut :

  1. Pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
  2.  Pengaturan lebih lanjut terkait BKP/JKP, yang meliputi penyerahan JKP di dalam daerah pabean (Pasal 8), pengalihan BKP untuk setoran modal pengganti saham (Pasal 11), jenis barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (Pasal 13).
  3. Pengaturan terkait DPP PPN atau PPN dan PPnBM.
  4.  Penghitungan PPN dan PPnBM dalam hal nilai kontrak atau perjanjian yang di dalamnya sudah termasuk PPN atau PPN dan PPnBM.
  5.  Penghapusan piutang dan musnah atau rusaknya BKP tidak mengakibatkan penyesuaian PPN yang telah dilaporkan.
  6.  Hak pengembalian atas PPN atau PPN dan PPnBM yang salah dipungut.
  7.  Tempat pengkreditan pajak masukan.
  8. Penentuan saat dan tempat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM.
  9. Ketentuan pengisian keterangan dalam faktur pajak.
  10.  Faktur pajak yang dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat faktur pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai faktur pajak.
  11. Pengaturan lebih lanjut terkait PKP pedagang eceran.

 

You May Also Like

About the Author: Syifa Zahartika

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.