Penghitungan Penghasilan Kena Pajak (PKP) Untuk PPh Badan

Berdasarkan UU PPh Pasal 1, Pajak Penghasilan merupakan pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.  Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU PPh meliputi orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan Bentuk Usaha Tetap, di mana perlakuan perpajakan bagi Bentuk Usaha Tetap dipersamakan dengan subjek pajak badan. Subjek Pajak terbagi menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek Pajak yang menerima ataupun memeroleh penghasilan disebut dengan Wajib Pajak selama Subjek Pajak tersebut telah memenuhi syarat objektif dan subjektif. Atas penghasilan Wajib Pajak dalam tahun pajak tersebut dapat dikenakan pajak.

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPh, yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Penghasilan yang dapat dikenakan pajak bersifat final diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh, sedangkan penghasilan yang berhubungan dengan non objek pajak diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh.

Dalam perhitungan PPh khususnya bagi wajib pajak badan, dasar perhitungan untuk menentukan besaran Pajak Penghasilan terutang disebut Penghasilan Kena Pajak yang dapat dikurangi biaya sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UU PPh dan biaya yang tidak boleh menjadi pengurang sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU PPh.

                                      Tabel 1. Tarif Pajak bagi Wajib Pajak Badan

Tahun berlakunya tarif

Dasar hukum PPh Badan Tarif PPh Badan

Keterangan

2010-2019 UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat (2) huruf a 25% Tarif sebagaimana dimaksud pada UU tersebut mulai berlaku hingga tahun pajak 2020 dan berakhir dengan dikeluarkannya UU No.2 Tahun 2020
2020 – 2021 UU No. 2 Tahun 2020 Pasal 5 ayat (1) huruf a 22% Dengan diterbitkannya UU tersebut, tarif PPh Badan sebagaimana yang tertera dalam UU PPh Pasal 17 ayat 1 huruf b mengalami penurunan yang berlaku pada tahun pajak 2020 dan 2021
2022 UU No. 2 Tahun 2020 Pasal 5 ayat (1) huruf b 20% Dengan diterbitkannya UU tersebut, tarif PPh Badan sebagaimana yang tertera dalam UU PPh Pasal 17 ayat 1 huruf b mengalami penurunan yang berlaku pada tahun pajak 2022
Ketentuan Khusus
2008 s.d. waktu yang ditentukan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 31 huruf E WPDN badan dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif pada UU No. 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat (2) huruf b Adapun Wajib Pajak badan dalam negeri yang menerima fasilitas ini ialah WPDN badan yang memiliki peredaran bruto sampai dengan Rp 50 miliar yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar yang ketentuannya diatur lebih lanjut ke dalam SE 02 Tahun 2015 dengan beberapa poin penting yakni:
1. Peredaran bruto yang dimaksud ialah semua penghasilan yang diterima dan/atau diperoleh dari kegiatan usaha dan dari luar kegiatan usaha, setelah dikurangi retur dan pengurangan penjualan serta potongan tunai dalam tahun pajak yang bersangkutan, sebelum dikurangi biaya 3M, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia.

 

2. Fasilitas pengurang tarif berlaku untuk penghitungan PPh terutang atas PKP yang berasal dari penghasilan yang bersifat non final.

 

2020 s.d. waktu yang ditentukan UU No. 2 Tahun 2020 Pasal 5 ayat (2) WPDN badan dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif pada UU No. 2 Tahun 2020 pasal 5 ayat (1) huruf a dan b Adapun Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimaksud dalam UU No. 2 Tahun 2020 Pasal 5 ayat (2) adalah:
a. Berbentuk Perseroan Terbatas
b. Dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40%; dan
c. Memenuhi persyaratan tertentu, yang sebagaimana diatur dalam PP No.30 Tahun 2020 Pasal 3 ayat (2) yakni:
1. Saham yang dimaksud dalam UU No. 2 Tahun 2020 ayat (2) huruf b harus dimiliki oleh paling sedikit 300 pihak;
2. Masing-masing pihak sebagaimana dimaksud di atas hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh;
3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada UU No. 2 Tahun 2020 ayat (2) huruf a dan b harus dipenuhi dalam jangka waktu paling singkat 183 hari kalender dalam jangka waktu satu tahun pajak.
4. Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan oleh Wajib Pajak Perseroan Terbuka dengan menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.

 

Contoh Perhitungan Pajak Penghasilan Badan

Pada 2019 PT Z telah melakukan pembukuan dengan penjualan bruto Rp30 miliar dan PKP sebesar Rp3 miliar. Tarif perhitungan pajak PT Z di tahun 2019 menggunakan ketentuan UU PPh Pasal 31E dengan rincian sebagai berikut,

Penjualan bruto  Rp                    30.000.000.000
Jumlah biaya  Rp                  (28.000.000.000)
Penghasilan neto komersial  Rp                    2.000.000.000
Koreksi fiskal positif  Rp                      1.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak  Rp                      3.000.000.000
Jumlah PKP yang memperoleh fasilitas (Rp4,8M : Rp30M) x PKP
 Rp                         480.000.000
Jumlah PKP yang tidak memperoleh fasilitas Rp30M – Rp480Jt
 Rp                      2.520.000.000
PPh Badan Terutang Tahun 2019  (50% x 25%) x  Rp480.000.000
 Rp                           60.000.000
 25% x (Rp3M – 480Jt)
 Rp                         630.000.000
Jumlah PPh Badan Terutang Tahun 2019  Rp                         690.000.000

 

 

Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)

Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan penghasilan neto wajib pajak dalam satu tahun pajak untuk digunakan sebagai dasar perhitungan Penghasilan Kena Pajak. Metode ini tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan tepatnya pada pasal 14 serta dijelaskan secara khusus di dalam Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 yang ditetapkan tanggal 10 April 2015. Di dalam PER-17/PJ/2015 yang terdiri dari 9 Pasal dan 4 Lampiran menjelaskan secara rinci tentang mekanisme Norma Penghitungan Penghasilan Neto.

Tabel 2. Lampiran PER-17/PJ/2015 dan Penggunaannya

Lampiran PER-17/PJ/2015

Isi

 

 

Lampiran 1

Daftar persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menghitung Penghasilan Netonya dengan menggunakan NPPN
 

 

 

Lampiran 2

Daftar persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bisa memperlihatkan pembukuannya atau pencatatan dan bukti pendukungnya.
 

 

 

Lampiran 3

Daftar persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Wajib Pajak Badan yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bisa memperlihatkan pembukuannya atau pencatatan dan bukti pendukungnya.
Lampiran 4 Contoh Mekanisme Penghitungan NPPN

Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015

Dalam penggunaannya, tidak semua wajib pajak dapat menggunakan metode Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Terdapat beberapa syarat yang wajib terpenuhi untuk wajib pajak yang ingin menggunakan metode ini dalam menghitung penghasilan netonya. Pertama Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam kurun waktu 1 tahun yang kurang dari Rp4,8 miliar wajib menyelenggarakan pencatatan. Jika peredaran brutonya lebih dari Rp4,8 miliar, maka wajib pajak tersebut wajib untuk menyelenggarakan pembukuan dan tidak dapat memanfaatkan fasilitas Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Syarat yang kedua wajib pajak orang pribadi yang wajib menyelenggarakan pencatatan dan menerima atau memperoleh penghasilan tidak dikenai pajak penghasilan bersifat final, menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.

You May Also Like

About the Author: An Nissa Fitri Ratnasari

20 Comments

  1. ka, mau tanya saya kurang mengerti pajak sama sekali. untuk perhitungan PPh badan tahunan jika perusahaan rugi bagaimana ya? sebelumnya kena tarif pajak final PP 23 kalo tdk salah (0.5%), tahun ini sudah tdk boleh lagi. masalahnya tahun ini karena pandemi dari tahun kemarin pemasukan tdk ada, sedangkan biaya niormal yang akibatnya perusahaan rugi. pertanyaannya apabila laba bersih minus itu bagaimana pelaporan spt badannya? apa benar jika minus akan diperiksa pajak?

  2. Mau tanya untuk perhitungan PPh badan. Saya punya usaha berbadan hukum CV dengan jumlah karyawan 1 orang dengan gaji di bawah umk. Selama covid pemasukan dalam setahun hampir tidak ada, sedangkan biaya operasional normal hingga perusahaan merugi. Sebelumnya kena tarif pajak final PP 23 kalo tdk salah (0.5%),

    Yang ingin saya tanyakan, apakah kami masih harus melaporkan PPh, jika laba bersih minus. Dan bagaimana cara pelaporannya Spt nya.

  3. Saya memiliki PT Perorangan (baru 1bulan), kemudian mengerjakan jasa IT Support untuk 1 perusahaan, dlm kontrak PT saya akan dipotong pajak 2%, selain itu pajak apa saja yg PT saya harus lapor/bayar? Thanks

    1. kl pajak apa aja yg harus dilapor dan dibayar bisa bermacam lg, tiap bulan ada kewajiban pajak yg harus diselesaikan berdasar transaksi apa aja yg dilakukan di bulan tersebut, jadi laporan pajak itu ga bs cm dari 1 jenis transaksi aja

      1. Hanya 1 saja, jasa IT support itu saja, dan yg kerjakan juga saya sendiri (pemilik/pendiri), ngak ada karyawan, ngak ada kerja lain

        1. sisi pendapatan akan ada PPh Tahunan, sisi pengeluaran atau biaya2 akan ada PPh Bulanan (bervariasi seperti PPh 21, 23, 4 ayat 2, dan sebagainya), di kondisi yg diceritakan tdk blm menyebut tentang biaya2nya jadi hanya bs dijawab secara umum

          1. Ooh.. Ok mulai paham sedikit, tanya lagi boleh ya:
            Jika Badan Usaha melapor PPh 25 Badan, apakah Pengusahanya/pemiliknya juga harus lapor PPh 25 orang pribadi?

  4. Penghasilan bruto Pajak Badan 2021 /Tahun 1.1M
    Biaya-biaya setahun : 990jt
    Maka keuntungan 1 tahun : 110 juta.
    Perhitungan pembayaran pajaknya berapa ya ?
    bisakah dibantu.
    Saya bingung menghitung rumusannya ?
    Apa langsung 22% dari 110 juta kah?

  5. izin bertanya, apakah peredaran bruto dan penghasilan kena pajak di dalam laporan laba rugi dapat dilihat di laba bruto dan laba sebelum pajak?terima kasih

  6. Saya mau bertanya, Peredaran Usaha Th. 2009 Rp. 4.500.000.000 dan Penghasilan Kena Pajaknya Rp.400.000.000. Nah berdasarkan pernyataan tsb knp PHKP nya itu bisa “Rp.400.000.000”? Kalau boleh dijelaskan itu dari mana ya? Terimakasih

  7. Assalamualaikum, saya ingin bertanya saya bekerja di suatu perusahaan dimana ini perusahaan rintisan yang vakum slama kurang lebih bbrp tahun. Saya diminta untuk urus pkp nya, bagaimana perhitungan bruto normal nya yah, sedangkan perusahaan tidak masuk penghasilan slama vacum

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.